Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai waktu pelaksanaan seleksi pengajuan program Beasiswa Sawit 2025 yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) terlalu singkat. Yakni, dari tanggal 16 hingga 31 Mei 2025.
Oleh karena itu, organisasi ini meminta agar masa seleksi diperpanjang guna memberikan kesempatan lebih luas kepada calon penerima, terutama dari pelosok desa sawit yang belum sempat menyelesaikan proses pendaftaran.
Terkait hal ini, SPKS sudah secara resmi mengajukan permohonan perpanjangan masa pendaftaran program Beasiswa Sawit 2025 tersebut. Permohonan tersebut tertuang dalam surat bernomor 031/EX/SPKS/V/2025 yang dikirimkan pada 31 Mei 2025.
''Kami menerima laporan dari berbagai daerah bahwa masih banyak anak-anak petani dan buruh sawit yang belum tuntas melakukan pendaftaran. Jika waktu pendaftaran diperpanjang, ini akan membantu menjangkau mereka secara lebih merata,'' kata Ketua Umum SPKS, Sabarudin, Sabtu (31/5/2025).
Dikatakannya, bahwa pihaknya mendukung penuh pelaksanaan program beasiswa tahun ini yang diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Program ini ditujukan untuk anak-anak petani dan pekerja sektor sawit dengan menyediakan beasiswa pendidikan tinggi vokasi (D1, D2, D3, dan D4) serta akademik (S1) di bidang perkebunan kelapa sawit.
''Tahun ini kuota beasiswa meningkat dari 3.000 menjadi 4.000 peserta, dan diselenggarakan di 41 kampus terbaik di Indonesia. Ini menunjukkan komitmen tinggi pemerintah dalam mencetak generasi muda sawit yang unggul dan berdaya saing,'' kata Sabarudin.
Saat ini, SPKS juga tengah mempersiapkan anak-anak dari anggota mereka untuk mendaftar dan aktif mensosialisasikan program ini di 22 kabupaten dan 10 provinsi. Sosialisasi ini penting agar informasi beasiswa dapat menjangkau seluruh komunitas petani sawit, sekaligus membantu memahami persyaratan dan proses pendaftaran yang berlaku.
Selain perpanjangan waktu, SPKS juga mengusulkan agar alokasi kuota beasiswa dapat didistribusikan secara merata per provinsi. Menurut Sabarudin, kebijakan tersebut penting agar setiap daerah penghasil sawit dapat memiliki generasi muda yang terdidik dan siap memperkuat industri sawit berkelanjutan di wilayah masing-masing. (jdi/ifs)