Jakarta, BGNNEWS.CO.ID - Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia. Keberadaan pasokan CPO ke pasar domestik seperti minyak goreng sawit, difokuskan kepada minyak kita yang diatur melalui Pasokan Domestic Market Obligation (DMO) dengan mekanisme distribusi melalui Public Service Obligation (PSO).
Seperti diketahui, produksi CPO dan Minyak Kernel Sawit (PKO) Tahun 2024 silam mencapai 52,76 juta ton, dengan rincian produksi CPO sebesar 48,16 juta ton dan produksi PKO sebesar 4,60 juta ton. Kondisi produksi CPO dan PKO hingga Desember 2024 ini, lebih rencah 3,80 persen dibandingkan Tahun 2023 silam yang mencapai 54,84 juta ton.
Merujuk pada data Badang Pangan Nasional (Bapanas), pada 2023 silam, kebutuhan rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi minyak goreng sawit sebesar 9,56 kg/kapita/tahun. Besaran konsumsi ini, meningkat sebesar 0,9 persen bila dibandingkan data setahun sebelumnya.
Sedangkan pada Tahun 2024 silam, menurut data GAPKI, kebutuhan konsumsi minyak goreng sawit mengalami dinamika berbeda. Tercatat kebutuhan konsumsi minyak makan per November silam, mencapai 9,244 juta ton. Dibandingkan Tahun 2023 silam, tercatat mengalami penurunan sebesar 2,76 persen.
Keberadaan pasokan minyak goreng sawit di berbagai pasar tradisional dan retail modern, tidak mengalami sumbatan pasokan. Hampir di semua pasar yang terpantau redaksi, memiliki pasokan mencukupi.
Namun ada fenomena minyak goreng sawit yang terjadi di Tahun 2025 ini, yakni berkurangnya isi kemasan. Keberadaan minyak goreng sawit yang tidak sesuai dengan takaran yang diatur pemerintah melalui kemasan sederhana minyak kita menjadi momok baru dari pelanggaran hukum yang terjadi.
Lantaran pasokan suplai minyak goreng domestik yang mencukupi, tapi mengalami penyusutan isi yang lumayan besar. Kondisi ini, juga mencoreng keberadaan minyak sawit nasional di mata perdagangan dunia. Tidak sesuainya jumlah berat isi dalam kemasan, dengan label berat yang tercatat di kemasan itu sendiri.
Belum lagi, persoalan klasik dari harga jual minyak goreng sawit khususnya Minyak Kita yang melebihi dari harga jual yang diatur pemerintah melalui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp. 15.700 per liter. Lantaran, banyak produk kemasan sederhana Minyak Kita yang berat isinya berkurang, dijual dengan HET yang lebih mahal.
Karut marut perdagangan minyak goreng sawit di Tahun 2025 ini, menampilkan babak baru yang cenderung kian memperburuk mata rantai perdagangannya. Terlebih, kian memojokkan minyak sawit dengan citra buruk pada perdagangannya. Padahal, banyak regulasi pemerintah yang mengatur tata niaga minyak sawit dan produk turunannya.
Sejatinya, minyak sawit dan produk turunannya, memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi semata, melainkan memberikan dukungan kehidupan harmonis pula bagi sosial dan lingkungan sekitarnya. Hanya saja, kerakusan para oknum yang merusak citra positif minyak sawit nasional, harus dapat berhenti dan memperbaiki dirinya. Sebab, keberadaan minyak goreng sawit nasional juga menjadi wajah bagi suplai minyak sawit Indonesia di pasar global. (jdi/infosawit)