Buruh Desak IMIP Morowali Perhatikan Hak-hak Karyawan

Jumat, 02 Mei 2025 | 16:58:23 WIB
Seratusan buruh yang melakukan aksi damai depan IMIP. (Foto istimewa)

Morowali, BGNNEWS.CO.ID - Seratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Morowali memperingati Hari Buruh Internasional (May Day 2025) dengan melakukan aksi damai depan kantor Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kamis (1/5/2025).

Dalam aksi ini, massa yang terdiri dari Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) dan Serikat Buruh Pertambangan dan Energi (SBIPE) ini menduga sistem kerja di IMIP penuh pelanggaran dan manipulasi, terutama dalam implementasi program ESG (Environmental, Social, Governance) yang selama ini dijadikan kebanggaan kawasan.

Berdasarkan release  yang diterima wartawan BGNNEWS.CO.ID dari Ketua SBIPE, Henry Foord Jebss, pada Jumat (2/5/2025) menyebutkan, meski ESG digembar-gemborkan sebagai indikator keberlanjutan dan kesejahteraan buruh, kenyataan di lapangan jauh dari harapan.

Aliansi menyoroti maraknya PHK dan mutasi sepihak, terutama kepada buruh yang tidak lolos wawancara user. Tidak hanya diberhentikan tanpa keputusan hukum tetap, buruh bahkan mengalami demosi (penurunan jabatan) dan diskriminasi karena tergabung dalam serikat. 

Dalam proses rekrutmen pun ditemukan banyak dugaan kecurangan. Buruh diduga harus membayar uang untuk mendapatkan perpanjangan kontrak, tanpa ada transparansi dalam sistem penilaian kinerja. Di PT ONI, ujian tertulis keselamatan kerja bahkan dijadikan syarat kelulusan masa probation.

Klaim keberhasilan proyek SCORE dalam menurunkan angka kecelakaan kerja dibantah keras oleh aliansi. Mereka mencatat korban jiwa masih terus berjatuhan. Diantaranya, satu pekerja LPTKS meninggal karena tertimpa reruntuhan, tiga pekerja tewas dalam insiden longsor di IMIP 8, dan satu buruh meninggal akibat lambatnya evakuasi saat kecelakaan kerja di PT HCAI.

Tragisnya, pekerja dari kontraktor atau LPTKS kerap tidak mendapat kompensasi apapun. Perusahaan seolah cuci tangan dengan hanya mengurus evakuasi. Sebaliknya, korban justru kerap disalahkan, dan dianggap lalai.

Dalam pernyataan sikap itu, kondisi pekerja perempuan juga menjadi sorotan. Cuti haid sulit diakses, bahkan untuk hari pertama dan kedua yang paling menyakitkan bagi sebagian perempuan. Selain itu, fasilitas ruang menyusui nyaris tidak tersedia, meskipun hak untuk memberi ASI eksklusif selama 6 bulan dijamin undang-undang. Kasus pelecehan seksual juga masih marak, namun menurut laporan Aliansi, penyelesaiannya kerap tidak serius dan minim perlindungan terhadap korban.

Aliansi mencatat sejumlah kebijakan diskriminatif, terutama kepada pengurus serikat di perusahaan seperti PT CDNE dan PT MIM. Salah satunya, buruh dikenai sanksi hanya karena menggunakan HP saat jam istirahat. Sementara itu, potongan pajak PPH 21 yang besar di PT MIM juga dipersoalkan karena tidak disertai bukti potong yang sah.

Beberapa buruh juga dikenai denda ganti rugi atas kecelakaan kendaraan, serta pemotongan upah dan bonus akibat surat peringatan, meskipun kendaraan yang digunakan seharusnya diasuransikan.

Melalui aksi ini, buruh menyatakan bahwa perjuangan mereka masih jauh dari selesai. Mereka menyerukan agar seluruh kelas buruh di Morowali bersatu, tidak hanya untuk memperingati May Day, tapi juga memperjuangkan kesejahteraan yang nyata. ''Kita berikan waktu sekitar 14 hari bagi pihak perusahaan menjawab tuntutan buruh ini,'' ungkapnya. (Ton)

Terkini