Alamak, Kebijakan Trump Berpengaruh Bisnis Perkebunan di Sumut

Jumat, 04 April 2025 | 16:53:56 WIB
Ilustrasi petani sedang memanen sawit. (Foto istimewa)

MEDAN, BGNNEWS.CO.ID - Pengenaan bea impor dari Presiden Trump ke sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia yang dikenakan bea impor hingga 32 persen, menjadi pukulan telak bagi Sumatera Utara (Sumut).

Pengamat ekonomi asal kota Medan, Gunawan Benjamin, Jumat (4/4/2025) menjelaskan, kebijakan Presiden Donald Trump dari Amerika Serikat (AS) dinilai berpotensi bikin perekonomian asal Provinsi Sumatera Utara (Sumut), termasuk untuk urusan ekspor produk berbasis komoditas perkebunan, bakal kelimpungan.

Pengajar di sejumlah kampus di ibukota Provinsi Sumut ini menyebutkan, bahwa kebijakan Presiden Trump itu berpengaruh besar pada perekonomian Sumut yang sangat bergantung pada industri perkebunan, khususnya kelapa sawit, plus industri pengolahannya.

Gunawan mengatakan, kelapa sawit memberikan kontribusi hingga 60 persen bagi perekonomian Provinsi Sumut, baik dari sisi hukum maupun hilir perkebunan, terutama untuk pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

''Pada umumnya, basis ekonomi Sumut masih didominasi oleh komodoitas perkebunan kelapa sawit, lalu diikuti oleh perkebunan karet, kakao, kopi, hingga industri pengolahan perkayuan,'' ucap Gunawan Benjamin.

Padahal, bila dilihat perbandingan secara tahunan atau year on year (yoy) pada 2024 lalu saja kinerja ekspor Sumut mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2023.

''Secara kuantitas, eskpor Sumut turun 10.5 persen, dan di Januari 2025 eskpor Sumut turun 8.15 persen dibandingkan dengan Januari 2024, mengacu kepada rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut,'' ucap Gunawan Benjamin.

Gunawan mengingatkan bahwa pengaruh kebijakan Presiden Trump tersebut juga berlaku ke banyak negara mitra dagang Sumut lainnya seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, India, Uni Eropa hingga sejumlah negara ASEAN lainnya.

Dirinya lalu memperlihatkan perkembangan harga CPO di pasar global yang saat ini terpantau mengalami penurunan setelah Presiden AS tersebut menaikan tarif impornya.

''Per 2 April 2025, harga CPO berada di kisaran RM 4.532 per ton, turun di kisaran RM 4.460 per ton saat ini. Dan sayangnya, ekspor Sumut ke AS pada bulan Januari 2025 menduduki posisi tertinggi kedua setelah RRT,'' kata Gunawan Benjamin.

Perlu diketahui, porsi ekspor Sumut ke negeri Paman Sam tersebut tercatat sebesar 14.01 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan ekspor ke RRT yang tercatat sebesar 14.86 persen.

''Artinya, jelas perekonomian Sumut terancam dengan kenaikan tarif impor AS tersebut. Sumut kian sulit untuk mencapai target pertumbuhan 5 persen yang direncanakan untuk tahun 2025 ini,'' beber Gunawan Benjamin.

Bahkan, Provinsi Sumut akan mengalami kesulitan untuk merealisasikan pertumbuhan 4.6 persen hingga 4,8 persen di tahun 2025. Dirinya meyakini kalau Gubernur Sumut terpilih, Bobby Afif Nasution, bakal menghadapi tantangan perekonomian yang rumit setelah libur Hari Raya Idul Fitri 1446 H ini berlalu.

''Kita akan melihat bagaimana nantinya titik keseimbangan harga komoditas dunia setelah kenaikan tarif oleh Presiden AS, Donald Trump,'' ucapnya menilai.

Solusinya, menurut Gunawan Benjamin, adalah diperlukannya intervensi pemerintah pusat untuk menjaga daya beli masyarakat yang sudah menurun, melalui kebijakan bantuan sosial (bansos).

Terlebih lagi, jika inflasi alami kenaikan seiring terjadinya perang dagang yang tengah berlangsung saat ini. Untuk menyiasatinya, dirinya melihat pemerintah bakal fokus pada bansos guna meredam dampak kenaikan tarif yang akan menekan daya beli masyarakat.

''Saya juga menyarankan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut merealisasikan pembangunan dengan penyerapan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) secara lebih cepat,'' kata Gunawan Benjamin.

Dirinya juga menyarankan agar Pemprov Sumut harus mencari jalan cepat untuk mengatasi potensi defisit APBD yang dipicu oleh memburuknya penyerapan pajak serta melemahnya kinerja industri di wilayah Sumut. (jun/mediaperkebunan)

Terkini