Deteksi Hama dan Penyakit Sejak Dini, Kunci Sukses Produktivitas Kebun Sawit

Jumat, 09 Mei 2025 | 16:09:58 WIB
Cegah hama sejak dini pada kebun sawit. (Foto ist)

Riau, BGNNEWS.CO.ID - Perubahan iklim dan praktik bercocok tanam yang kurang tepat menjadi faktor utama timbulnya serangan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yang bisa mengakibatkan penurunan produksi hingga lebih dari 90 persen.

"Bila keseimbangan ekosistem terganggu, organisme dapat berubah menjadi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Gangguan salah satu hama penyakit dapat menimbulkan kehilangan produksi lebih dari 90 persen," ungkap Penthiel Effendi dalam diskusi dengan komunitas the Brondols, Jum'at (9/5/2025).

Menurut konsultan perkebunan ini, kebun kelapa sawit merupakan ekosistem dengan beragam organisme seperti serangga, mamalia, dan tumbuhan yang perlu dijaga keseimbangannya. Keseimbangan ini, jika terganggu, akan memicu munculnya berbagai hama yang dapat merusak tanaman dan menurunkan produktivitas kebun secara signifikan.

Penthiel mengidentifikasi beberapa hama umum yang sering menyerang perkebunan kelapa sawit, antara lain ulat pemakan daun (ulat api, ulat kantong, dan ulat bulu), tikus, kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros), tirathaba, serta rayap. Masing-masing hama ini memiliki karakteristik dan pola serangan yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan khusus.

"Keberadaan hama/penyakit di lapangan harus dapat dideteksi secara dini. Keuntungan deteksi dini adalah memudahkan tindakan pencegahan maupun pengendaliannya serta mencegah terjadinya ledakan serangan yang tidak terkendali," jelas Penthiel.

Dalam keterangannya kepada komunitas The Brondols, Penthiel menekankan pentingnya Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai pendekatan yang komprehensif dalam mengatasi masalah hama dan penyakit. 

"PHT merupakan pengelolaan populasi hama/penyakit yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai, sekompatibel mungkin dengan tujuan untuk mengurangi populasi hama/penyakit dan mempertahankannya pada suatu ambang di bawah ambang populasi hama/penyakit yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi," tutup Penthiel.

Sementara itu, Yusuf Syifa S.P, seorang Agronom asal Universitas Islam Riau, merekomendasikan beberapa strategi pengendalian hama, mulai dari menjaga keseimbangan ekosistem hingga pengendalian biologis dan kimia.

"Jaga keseimbangan ekosistem di kebun dan jangan semprot bersih gulma! Fokus semprot di piringan dan tempat pemupukan saja, karena gulma adalah tempat habitat predator ulat pemakan daun," ujar Yusuf kepada wartawan BGNNEWS.CO.ID.

Untuk hama tikus, Yusuf menyarankan pengendalian hayati menggunakan burung hantu (Tyto alba) yang 99% makanannya adalah tikus.

 "Satu kandang burung hantu cukup untuk 25 hektar kebun," tambahnya.

Sementara untuk pengendalian kumbang tanduk, Yusuf merekomendasikan penggunaan jamur Metarhizium, virus dan bakteri, serta pheromone trapping dan penyemprotan kimia dengan bahan aktif lambda sihalotrin.

Para ahli sepakat bahwa manajemen kebun yang baik dengan pemantauan rutin dan implementasi PHT secara konsisten merupakan kunci utama dalam menjaga produktivitas kebun sawit dari serangan hama dan penyakit yang merugikan. (Ade)

Terkini

DPRD Riau Minta Manejemen PT SSL Kooperatif

Jumat, 12 September 2025 | 13:42:30 WIB

66 Pejabat Kampar Resmi Dilantik Bupati, Ini Daftar Namanya

Jumat, 12 September 2025 | 12:06:45 WIB

Anggota Legislator Asal Riau Siap Wujudkan DIR

Jumat, 12 September 2025 | 08:34:31 WIB