Pekanbaru, BGNNEWS.CO.ID - Riset terbaru mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Dimana ikan sibat miliki sumber gizi tertinggi dalam kandungan omega-3 (DHA dan EPA), mengalahkan salmon.
Hal ini terungkap dari hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Gadis Sri Haryani. Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN ini menyebut, di antara salmon, sidat, dan gabus, ikan sidat memiliki kandungan omega-3 tertinggi. Di samping kaya akan nutrisi esensial lain seperti vitamin A, vitamin B kompleks, zat besi, protein, kalori, dan fosfor.
Kandungan gizi tinggi ini memberikan manfaat kesehatan yang signifikan. Secara spesifik, DHA (asam dokosaheksaenoat) berperan krusial dalam mendukung perkembangan dan fungsi otak. Sementara itu, EPA (asam eicosapentaenoat) sangat membantu dalam mengurangi peradangan dan menjaga kesehatan jantung.
''Selama ini, kita selalu mengira salmon yang paling tinggi, ternyata sidat justru memiliki nilai gizi tertinggi,'' ungkap Gadis Sri Haryani dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (21/11/2025)..
Besarnya potensi ekonomi dan nilai gizi ini menjadikan ikan sidat sebagai salah satu sumber daya perikanan strategis di Indonesia. Oleh karena itu, Gadis menekankan pentingnya pendekatan pengelolaan berkelanjutan dan berbasis sains (science-based management) guna mencegah eksploitasi berlebih yang dapat mengancam populasi sidat di masa mendatang. Pengelolaan yang baik sangat diperlukan mengingat sidat termasuk dalam kategori biologi kritis dengan siklus hidup katadromus yang unik dan rumit.
Gadis menerangkan bahwa siklus hidup katadromus berarti sidat menetas di laut dalam sebagai leptocephalus (larva belut) yang unik, berbentuk pipih, transparan, dan tidak mampu berenang. Selama perjalanan migrasinya dari perairan laut dalam menuju estuari (muara sungai tempat bercampurnya air tawar dan air laut), ia bermetamorfosis menjadi sidat kaca (glass eel). Siklus hidup yang melibatkan tiga ekosistem laut, estuari, dan air tawar ini membuat populasi sidat sangat rentan terhadap berbagai ancaman ekologis.
Saat ini, tantangan utama yang dihadapi adalah tingginya permintaan pasar dan tekanan penangkapan glass eel di alam liar. Gadis menyoroti bahwa eksploitasi glass eel yang berlebihan, perubahan lingkungan muara, terganggunya pola migrasi, serta perubahan pola musim panen mengakibatkan ketersediaan pasokan untuk industri menjadi tidak stabil. (jdi/mc)